“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” Surat Yusuf ayat 4
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (Al Qur’an, 48:27)
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ashshaaffaat: 102)
Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi juga menambahkan, para ulama telah bersepakat bahwa mimpi tidak bisa dijadikan hujjah (dalil). Jadi mimpi hanyalah sebatas memberi kabar gembira atau peringatan. Di samping itu bisa juga menjadi ibrah (pelajaran) apabila sesuai dengan dalil syar’i yang sahih. Demikian sebagaimana ia tulis dalam At-Tankiil (2/242).
Nabi SAW sendiri pernah menafsirkan mimpinya maupun mimpi orang lain. Bahkan, Abu Bakar RA pernah menafsirkan mimpi orang lain di hadapan Rasulullah SAW. Ibnu Abbas meriwayatkan, suatu ketika datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW. “Tadi malam aku bermimpi melihat segumpal awan yang meneteskan minyak samin dan madu, lantas kulihat orang banyak memintanya. Ada yang meminta banyak dan ada yang meminta sedikit. Tiba-tiba ada tali yang menghubungkan antara langit dan bumi. Kulihat engkau memegangnya kemudian engkau naik. Kemudian ada orang lain memegangnya dan ia pergunakan untuk naik. Kemudian ada orang yang mengambilnya dan dipergunakannya untuk naik namun tali terputus. Kemudian tali itu tersambung,” kisah laki-laki tersebut.
Abu Bakar yang berada di sisi Rasulullah SAW meminta izin untuk menakwilkannya. “Wahai Rasulullah, ayah dan ibuku untuk tebusanmu, demi Allah, biarkan aku yang menakwilkannya,” pinta Abu Bakar. Rasulullah SAW pun menyetujuinya.
“Adapun awan, itulah Islam. Adapun madu dan minyak samin yang menetes, itulah Alquran karena manisnya menetes. Maka, silakan ada yang memperbanyak atau mempersedikit. Adapun tali yang menghubungkan langit dan bumi adalah kebenaran yang engkau pegang teguh sekarang ini yang karenanya Allah meninggikan kedudukanmu. Kemudian ada seseorang sepeninggalmu mengambilnya dan ia pun menjadi tinggi kedudukannya. Ada pula orang lain yang mengambilnya dan terputus, kemudian tali itu tersambung kembali sehingga ia menjadi tinggi kedudukannya karenanya,” papar Abu Bakar.
Kemudian, Abu Bakar RA pun meminta pembenaran kepada Rasulullah SAW apakah takwilan mimpinya benar atau tidak. Nabi SAW membenarkan sebahagiannya dan menyalahkan sebahagian yang lain. “Demi Allah ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kepadaku takwil mana yang salah?” pinta Abu Bakar. Nabi SAW mengingatkan, “Janganlah engkau bersumpah,” (HR Bukhari).
Hadis sahih ini menjadi dalil bolehnya menceritakan mimpi kepada orang lain, meminta untuk ditafsirkan mimpinya, serta bolehnya untuk menafsirkan mimpi orang lain. Namun, Nabi SAW memberikan kaidah-kaidah mimpi apa saja yang boleh ditafsirkan.
Dalam riwayat Auf bin Malik, Nabi SAW membagi tiga kriteria mimpi yang dialami manusia. Pertama, mimpi buruk atau menakutkan yang datang dari syetan dan membuat sedih. Kedua, mimpi yang menggelisahkan seseorang ketika terjaga dan terus terbawa dalam mimpinya. Ketiga, mimpi yang menjadi isyarat dari 46 bagian kenabian. (HR Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Majah).
Secara ringkas, hadis dari Abu Hurairah RA menyebutkan, “Mimpi itu ada tiga macam; bisikan hati, ditakuti setan, dan kabar gembira dari Allah.” (HR Bukhari).
Bukti kebenaran mimpi dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. dengan firman-Nya yang bermaksud : “Sesungguhnya Allah akan buktikan mimpi itu benar kepada Rasul-Nya, kamu akan masuk Masjidil Haram jika dikehendaki Allah dengan aman”
(Surah al-Fath ayat 27)
Rasulullah SAW bersabda,” Jika zaman itu telah dekat (kiamat) , banyak mimpi orang beriman tidak bohong. Dan, sebenar benar mimpi di antara kalian adalah mimpi orang yang paling jujur dalam perkataan.” (HR Muslim). #AboutWriter